EVALUASI STRUKTUR DAN KAIDAH KEBAHASAAN PENGGALAN TEKS NOVEL
Tujuan Pembelajaran:
1. Siswa dapat membaca teks cerita fiksi dalam novel untuk memahami struktur dan isinya.
2. Siswa dapat mencermati teks cerita fiksi dalam novel untuk memahami ciri kebahasaannya.
3. Siswa dapat mengevaluasi teks cerita fiksi dalam novel berdasarkan struktur dan kaidah-kaidah kebahasaannya.
Saatnya kita sampai di penghujung materi pembelajaran kelas XII. Tidak terasa, tiga tahun sudah kita berseragam putih abu-abu. Banyak sekali kepingan-kepingan kenangan yang sungguh berat untuk ditinggalkan. Apapun itu, belajar adalah kegiatan seumur hidup. Meskipun materi formal dalam pembelajaran hampir usai, pasti banyak sekali kesempatan bagi kita untuk terus mengasah diri dalam belajar.
Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia, kita telah banyak mengetahui dan memahami materi, terutama pembelajaran sastra. Bagi pembelajaran sastra dalam bahasa Indonesia, kegiatan yang harus sering kita lakukan adalah membaca. Apalagi di pembelajaran terakhir ini, kita dihadapkan pada teks cerita fiksi dalam novel. Mempelajari novel akan membuka wawasan kita terhadap permasalahan yang kompleks dari sudut pandang kreatif dan kritis. Kita dilatih lebih bijaksana ketika membaca permasalahan dalam novel, karena novel merupakan cermin kecil dari dunia nyata.
Novel, yang di dalamnya berbentuk teks cerita fiksi, dibentuk dari sekumpulan unsur-unsur yang saling berkaitan. Hal ini sebagai jembatan ide yang hendak disampaikan sang pengarang kepada para pembacanya. Hakikatnya, teks cerita fiksi berjenis teks narasi. Dalam sebuah teks narasi, terdapat aspek-aspek berikut: penyampai cerita (sudut pandang), pelaku cerita (tokoh), rangkaian cerita (alur), permasalahan cerita (tema), serta ruang dan waktu cerita (latar). Oleh para ahli, aspek-aspek tersebut termasuk ke dalam unsur intrinsik cerita.
Maka, untuk bisa menguraikan unsur intrinsik tersebut, kita harus membaca novel dengan saksama. Berikut ini adalah ikhtisar kaidah yang kita kenali dari sebuah novel.
- relatif lebih panjang dari cerpen (walaupun ada juga yang pendek),
- terdiri atas 45.000 kata atau lebih,
- novel bersifat expands (meluas) dan complexity (kompleks). Kita tidak bisa dengan mudah begitu saja mengungkap inti permasalahan cerita (tema) yang ada dalam sebuah cerita novel. seperti sudah disampaikan pada poin ketiga, bahwa novel bersifat kompleks, sehingga di dalam novel terdapat banyak masalah yang diungkapkan. Masalah-masalah tersebut dicari benang merahnya dan dikelompokan secara hubungan kausalitasnya (sebab-akibat). Selanjutnya, dalam bagian-bagian penting yang berhubungan secara kronologis dalam cerita itu disusun menjadi sebuah rangkaian cerita (alur). Secara umum, sebuah teks cerita fiksi mengandung lima bagian, yakni: abstraksi, orientasi, komplikasi, evaluasi, resolusi, koda. Bagian-bagian tersebut terkadang tidak selalu tersusun secara berurutan, sehingga terdapat bermacam alur, seperti alur maju, mundur, atau campuran. Bagian-bagian dari rangkaian cerita (alur) dalam novel, dikenali sebagai struktur pembangun teks. Namun, untuk sebuah penggalan novel tentu tidak semua bagian itu dapat dijelaskan secara rinci. Oleh sebab itu, bagian-bagian tersebut dikelompokkan lagi menjadi tiga kelompok utama, yakni bagian awal, bagian tengah, dan bagian akhir. Untuk membawakan ide dalam novel, tentu diperlukan para penyampai yang terlibat sebagai pelaku cerita (tokoh). Para pelaku cerita ini dibuat sedemikian rupa sesuai dengan pesan yang hendak dibawa dalam cerita. Maka dari itu, para pelaku cerita ini dilengkapi juga dengan perwatakannya. Dengan demikian, penulis novel boleh berandai-andai sebagai pelaku langsung atau menggunakan tokoh rekaan. Hal tersebut bergantung sudut pandang pengarang dalam menyampaikan cerita. Terakhir, ketika mengevaluasi teks cerita fiksi, kita harus memperhatikan ruang cerita yang dipakai pengarang dalam karyanya. Ruang ini berupa kondisi tempat, waktu, dan suasana cerita (latar). Nah, mengenai kaidah kebahasaannya. Tentu ini berkaitan dengan cara penyampaian pengarangnya. Terkadang dalam menarasikan cerita, pengarang memilih alur yang cepat untuk genre aksi dan petualangan, seperti yang dilakukan oleh Dan Brown (The DaVinci Code) dan Zaynur Ridwan (The Greatest Design) atau alur lambat untuk genre roman dan religius, seperti Habiburahman ElShirazy (Ayat-ayat Cinta) atau HAMKA (Di Bawah Lindungan Ka’bah). Ciri kebahasaan novel juga dapat dilihat dari diksi yang dipakai dalam cerita yang dipengaruhi oleh idealisme sang penulis, seperti banyak menggunakan diksi-diksi metaforis (perlambangan) yang seringkali dipakai Iwan Simatupang (Ziarah) dan Paulo Coelho (The Alchemist), asosiatif (perumpamaan) yang sering dipakai oleh Tere Liye (Ayahku bukan Pembohong) atau Raditya Dika (Cinta Brontosaurus), atau bisa juga ciri kebahasaannya naturalis belaka seperti yang dipakai dalam novel-novel metropop dan teenlit. Untuk lebih melatih kemampuan kita dalam mengevaluasi sebuah teks cerita fiksi dalam novel, berikut ditampilkan sebuah penggalan novel Bidadari-bidadari Surga karya Tere Liye sebagai bahan latihan.
Perhatikan penggalan novel berikut.
Comments
Post a Comment